Panganan opo ya?
Pertanyaan
seperti itu mungkin yang akan
dilontarkan oleh sebagian orang ketika mendengar jajanan dengan sebutan Opak
Angin. Awalnya saya juga ngga tahu opak angin itu apa sebenarnya selain beberapa
kali mendengarnya bila jajanan ini pernah populer di masa silam. Meski zaman
sudah berlalu - tidak berarti para sesepuh, orang tua kita akan begitu mudah
melupakan keberadaan opak angin. Karena opak angin pernah hadir dalam perjalanan hidupnya. Dan faktanya, opak angin ini masih terus di buru para priyayi Jawa yang telah sukses di luar Solo yang akan mencari dan menikmati kembali ketika tindak (datang) di Solo. Entah dech kalau suatu saat opak angin bisa nge-Hitz kembali oleh talent kalangan anak muda yang akrab dengan teknologi media.
Saya masih beruntung
bisa menemui salah satu dari 3 orang pengrajin kudapan ini, saya bisa melihat mulai dari persiapan bahan, proses pengolahan, pemanggangan dan penyajiannya.
Ibu Hadi saya ‘ngaturi’-
memanggil nama dia begitu, sebagaimana para pelanggannya menyebut nama
beliau. Dia berasal dari Ds Serenan Sukoharjo dan telah 55 tahun menekuni
bisnis ini. Melihat pembuatan dan penjualan opak ini saya pikir, hal ini lebih dari sekedar jual-beli karena di dalamnya ada sebuah tanggung jawab moral terhadap kearifan lokal produk
kuliner asli Jawa. Opak angin di buat
dari tepung beras ketan yang di tumbuk dengan alu dalam sebuah lumpang, lesung.
Kemudian di campur dengan gula pasir dan pewarna untuk mendapatkan opak merah. Bahan setengah jadi ini kemudian di keringkan dengan penjemuran di panas matahari dan tahap terakhirnya dipanggang di atas bara arang untuk mendapatkan opak yang siap di makan. Nah,
sederhana bukan? Yang ribet adalah proses pembuatannya. Dari disitulah sebuah
produk sehat yang jauh dari bahan aditif kimia sekaligus aman bagi kesehatan tubuh kita. Owh, hampir lupa, saya belum menginformasikan harga sebungkus opak angin itu, cukup murah kok ada yang Rp 14.000,- atau kemasan besarnya.
Terus, dimana untuk mendapatkan opak Bu Hadi? Saya bisa datang
ke lapak dia di emperan toko di Coyudan Solo. Keseharian dan kesederhanaan dari Bu Hadi itu seolah menjadi selling point
dari opak angin itu sendiri. Benar lho,
rasa opak yang simple ini menjadi complicated karena adanya atmosphere keramahan, kerendahan hati dan nilai luhur dari Ibu Hadi. Berdialog sembari nyicipi opak angin
itu saya pun beruntung mendapatkan nur spirit Ibu Hadi. Ada sedikit kekhawatiran ketika mendengar tutur Ibu Hadi bahwa ketrampilan tersebut belum ada yang tertarik mewarisi, apakah opak angin akan berhenti di Ibu Hadi ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar